20120503 23

Photographer vs Photoshoper

in

Untuk mendapatkan kualitas gambar yang bagus, kamu tentu butuh teknik pengambilan gambar dan kamera yang baik sebagai pendukungnya. Namun di dunia yang serba digital seperti sekarang, segala teknis pencahayaan dll, bisa kamu dapatkan dengan software olah digital. Sebagian Fotografer tidak setuju dengan hal itu, karena dianggap menghilangkan kemurnian dari sebuah karya photografi, sebaliknya para pengguna software digital imaging (ayo..para desainer grafi s tunjuk tangan!) percaya bahwa yang terpenting adalah berkreasi untuk menghasilkan karya terbaik.

Hal inilah yang memecah kedua jenis seniman ini dalam dua blok.. yang pertama adalah Fotografis Murni (FM) di sudut merah dan para Photoshoper (PS) di sudut biru.





Aliran FM meyakini Tuhan yang Maha Esa, ehm.. maksud saya mereka meyakini bahwa karya fotogra fi yang di ambil berdasarkan realitas yang ada-orisinil/murni berdasarkan intuisi si fotografer, adalah karya seni yang sebenarnya. Masalah Over Exposure, Lighting, Blur, Out of Focus, dll, hanyalah masalah teknis yang bisa dipelajari. Maka berbagai teknik fotografi pun terus dieksplorasi untuk menghasilkan foto yang lebih baik.


Seiring itu, produsen kamera juga terus memperbaiki teknologi (hardware) kamera untuk lebih memudahkan fotografer dalam hal-hal teknis. Berbagai macam gadget untuk kebutuhan tersebut tersedia mulai dari Tripod, Lensa-dari yang kecil sampai yang besar untuk length yang lebih jauh, baterai, setingan lighting (untuk studio) hingga tas2 pendukungnya. Brother, percayalah! All that stuff sangat2 membantu sebagian kecil photografer, sebagian besarnya masih bermimpi untuk memilikinya. Yup! ada harga yang harus di bayar Bro, dan harga gadget itu semua sangat mahal jika dibandingkan dengan semangkuk bakso :D.

Bagi fotografer professional (yang penghasilannya udah ratusan juta) tentu hal ini bukanlah masalah, tapi bagi Mahasiswa yang baru aja korupsi uang kuliah dari Bokap untuk beli Nikon D90, hal ini benar2 butuh perjuangan. Tapi tidak ada perjuangan yang sia2 bukan, jika suatu hari nanti kamu bisa sehebat Darwis Triadi atau Arbain Rambee?

Jika menyangkut masalah teknik fotografi, ini masalah lain lagi. There isn’t take a week to master it! Butuh pengalaman yang ditempa tahunan untuk mempertajam intuisi seorang fotografer. Bahkan setelah semua teknik dikuasai masih ada satu hal yang tidak bisa dikalahkan seorang fotografer (khususnya fotografer outdoor), yaitu waktu! Kamu tidak bisa mengubah malam menjadi siang bukan!? Dalam fotografi bahkan ada istilah Golden Time (waktu yang tepat untuk nge-jepreet), karena cahaya matahari benar-benar mendukung (tentu dengan menghilangkan opsi hujan). Dan turunan dari waktu tersebut tentu saja momen yang tepat. Pernah ada seorang fotografer yang ingin memotret sebuah jalan yang disisi kanan-kirinya diiringi pohon bambu, harus menunggu selama 3 jam-an sampai akhirnya dua orang anak SD lewat, dan moment itu begitu bercerita ketika diabadikan dalam sebuah gambar jpg high resolution.

Mahalnya alat plus teknis yang sulit inilah yang menjadikan seorang fofografer menghargai baik karyanya, maupun karya fotografer lain. And.. tiba-tiba ada seorang anak muda, dekil, jarang mandi, ga punya duit buat beli kamera DSLR, gengsi minjam (lagian mana ada yang mau minjamin kamera seharga 10 juta-an sama orang lain) nenteng laptop yang udah diinstall Photoshop yang DVD bajakan-nya Rp.20.000 dapet 3. Kemudian bisa menciptakan photo pemandangan lepas pantai buram yang ga jelas exposurenya, menjadi photo dengan warna yang ciamik. Kemudian ia menambahkan photo pacarnya (yang tentu saja jerawatnya udah di hapus semua dengan teknik Clone Mash) berdiri di atas pasir putih pantai berikut dengan text “I Miss You” dengan font Androginy 10pt, sedikit inner shadow membuat tulisan itu seakan di cetak letterpress di pasir pantai. Guys! that Boy has made a picture that FM can’t do till the world end! dan lebih gawatnya lagi, teknik editing tersebut baru ia pelajari 1 hari yang lalu, dari tutorial singkat di PSDTuts+ dan seperti kebanyakan para pengguna software digital editing, semua percaya anak ini cuma butuh 3 hari to master it.


Dari sekian banyak Software pengolah digital yang ada, salah satu yang paling terkenal adalah Adobe Photoshop. Bundle versionnya seharga $538.99 (harga amazon.com), untuk versi bajakannya jauh lebih murah. Photoshop memungkinkan kita mengolah gambar digital hampir tidak ada batasnya. Jika digandengkan dengan Adobe Illustrator, Adobe InDesign, dll, maka batas itu semakin memudar.

Penguasaan sofware ini tergantung seberapa niat kamu ingin mempelajarinya. Dengan adanya ribuan tutorial tentang Adobe Photoshop, saya yakin banyak waktu yang bisa di hemat. Dari menghilangkan jerawat, menghaluskan kulit wajah, mengganti warna rambut, editing tone skin, menambahkan cahaya hingga hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh sebuah kamera manual. Bahkan dengan sedikit teknik kita bisa mengatur perspective sesuka hati. Foto front focus dengan latar blur dengan mudah juga bisa diciptakan tanpa harus menggunakan lensa VR yang harganya jutaan.

Disinilah sinisme ini terjadi. Para pelaku FM sangat tidak setuju dengan tindak-tanduk para PS. Yang dinilai tidak murni dalam berkarya. Karya photography yang baik seharusnya tidak memerlukan lagi proses editing digital dikarenakan semua komposisi warna, cahaya, dll sudah baik. Memperbaiki photo apalagi sampai merubah total gambar dinilai sama dengan memanipulasi sebuah karya. Sementara si PS, cukup dengan camera poket 9MB (ini udah bagus banget!) sedikit semedi untuk mendapatkan angle yang pas! tidak perduli dengan aturan cahaya dsb, cukup masuk ke Photoshop.. dan keajaibanpun bisa dilakukan disana.

Bahkan untuk tingkat olah digital yang lebih tinggi-jika para FM harus rela manjat pohon, atau berdiri di gedung yang tinggi bahkan sampe ada rela sewa pesawat untuk mendapatkan Bird View. Para PS bisa melakukan itu semua dengan hasil editan yang beragam untuk foto yang sama, sephia, shift tilt effect, atau sekedar menambahkan beberapa ornamen lainnya.


Kamera-secanggih apapun teknologinya, mempunyai batasan dimana ia tidak bisa menghasilkan imajinasi liar si photographer. Ketika mencapai batas itulah maka orang menggunakan software pengolah digital seperti photoshop untuk mewujudkan imajinasi itu. Seorang teman saya yang berprofesi sebagai Wedding Photographer sangat terbantu dengan Photoshop. Ia bisa mengikuti keinginan klien yang yang beragam. Lebih lagi, jika ternyata ada foto yang kurang bagus dikarenakan hal-hal teknis yang mengganggu pada saat acara resepsi, dan baru diketahui esok harinya. Hal tersebut bisa diperbaiki di photoshop (karena tidak mungkin acara resepsi di ulang kan!?) sebelum di cetak. Hal ini membuat kinerja lebih efesien dan efektif.

Perbedaan antara FM dan PS lebih pada prinsip dalam menghasilkan sebuah karya seni. Tergantung dalam perspektif mana kita ingin melihatnya.

So, dimana posisi kamu? atau apa pendapat kamu? mari berbagi di kolom komentar.




Tentang Penulis
Angga — Desainer grafis dan seorang antropolog. Menemukan semangat baru ketika melihat desain grafis dari sisi seorang Antropolog. Mencoba menggabungkan seni grafis ke dalam etnografi, dan mengaplikasikannya dalam dunia nyata.
email : angga.rizal[at]gmail.com | twitter : @anggaishere | all post by Angga

Share On:

23 Responses to “ Photographer vs Photoshoper ”

  1. Untuk FM, nilai dari sebuah hasil kerja berupa image yang bercerita tentang apa yg real dan benar-benar terjadi. Kamera hanya alat perekam.

    Untuk PS, nilai dari sebuah hasil kerja keras berupa image yang sesuai dengan kebutuhan secara lahir ( pekerjaan) dan batin ( hobi, kesenangan, naluri dll )

    kayaknya sih gitu :)

  2. Kereeenn Bang...!
    buat saya.., photography dan photosop itu sama pentingnya..
    sama2 mendukung untuk menciptakan karya yang diinginkan... :)

  3. koment saya sih cuma bisa bilang Simbiosis Mutualis salaing membutuhkan....atawa benci tapi rindu...qiqiqiqiqiqi.....salam kreatif

  4. klo ada FM yg protes ke PS alasannya absurb bgt, ini kemajuan teknologi, ga bisa ditolak .. sama kya tukang editing video dulu yg bener2 masih pke gunting dan lem dibanding skr yg dah pke software .. terus apa? mo idealis? klo para FM mo tetep idealis, tetaplah pke kamera film, jgn pada maen dgital yg bisa langsung preview dan asal jeprat-jepret ..

  5. Anonim says:

    yow saya sebagai ps kya'a ntuh jga sih teknik nge-jepret jdi bahan'a maksimal imajinasi'a juga maksimal
    ++ artikel'a krennnnn

  6. Saya sepakat dengan Mas Pradesa... Saya sendiri ga punya kamera bagus tp mencoba berimajinasi dengan foto2 yang ada dengan menggunakan sedikit trik edit foto

  7. Saya sepakat dengan Mas Pradesa... Saya sendiri ga punya kamera bagus tp mencoba berimajinasi dengan foto2 yang ada dengan menggunakan sedikit trik edit foto

  8. Memang ada photographer yang tidak memakai photoshop? Setahu saya untuk hasil foto photographer majalah fashion ternama, semuanya diedit biar kelihatan sempurna pakai Photoshop.

  9. Sebagai penikmat,asal hasil karyanya bagus itu semua patut di apresiasi.

  10. Corvo's says:

    sumpah, bagus nih artikel!!
    yang jelas diposisi manapun bagus kok, dan tetep butuh perjuangan dan niat!!

  11. Anonim says:

    karya (keindahan) adalah hasil dari kerja
    (mau itu FM atau FM + PS)
    tinggal tergantung dari khalayak mana yang akan menilai
    seorang FM akan cenderung berpihak pada suatu karya murni sedangkn seorang PS akan berdecak kagum melihat karya dengan retouching yg spektakuler dengan Software pengolah gambar.
    sy sndiri bisa dibilang FA+PS ( Fotografer Amatir dengan sdikit ilmu photoshop ) :D
    jepretan yg sudah ok, leave it
    yang masih ada kekurangan kembali ke "kotak biru" :).

    artikel hebat yang terus akan menjadi perdebatan entah sampai kapan.

  12. kinoy says:

    smua ada kelebihan dan kekurangan masing2 ... artikel yg bagus gan ... yg begini ini yg buat saya tertarik u berkunjung ;)

  13. tergantung kepuasan batin masing2, kalo hasil FM dah mantap ya buat apa diedit? tapi kalo hasil kurang mantap dan moment ga bisa diulang, edit dikit pakai software bolehlah ... :)

  14. agusasmita says:

    jaman dulu orang masih masak pake kayu bakar,beralih ke minyak tanah, skrang ke gas,kayaknya gak ada bedanya sama dunia photography.

  15. agusasmita says:

    jaman dulu orang memasak pake kayu bakar, beralih ke minyak,sekarang pakai gas,kayaknya gak ada bedanya dalam dunia photography

  16. aG says:

    @agusasmita : Hmm.. Analogi yang pas! :)

  17. gila! semua ribet ma alat/tools... cuma tool browww lu ngetik j pke otak bru tuts keyboard bisa kepilih hurufnya... not tools but your head!

  18. kerennn.. artikelnya bikin mikir. Tapi dua2nya butuh sih, baik foto maupun editing.

  19. Anonim says:

    Oke nich pembahasan, gw suka banget.. FM dan PS buat saya tidak terpisahkan, ibarat positif dan negatif, :)

  20. Anonim says:

    kl menurut gw FM dn PS itu simbiosis mutualisme kedua nya saling membutuhkan saat dibutuhkan.... dan setiap orang punya selera masing" untuk menjadi FM atau PS, alangkah lbh beruntung orang yg menjadi FM sekaligus PS.... hehehehhe terimah kasih!

  21. Anonim says:

    They said my helmet was behind the center. {tag: Adidas X Off White Yeezy}Air Jordan 4 30th Anniversary Black, I usually take my scrubs off at work and put them in a plastic bag, Enright says. When he gets back to his place, they go straight into the laundry basket. A lot of his colleagues have taken to stripping in their garages before going inside and tossing their duds duds directly into the washing machine..

    You can now miss an unlimited amount of school and still pass your classes as long as you pass the assessments. {tag: Yeezy Shoes Cream White}White Black Navy Jordan 11, The recent construction of the Centenary Stand changed all that. Of course it is change for the better for Liverpool Football Club, who can now accommodate large crowds, but not for commentators. The current position is much more distant, level with the opposite roof of the Kenny Dalglish stand.

    We share that bond. In all our activities we have similarities. We get along very well. Jordan Retro 12 Mens Black And Blue, It might be sipping cocktails around the pool, filling showrooms for Las Vegas style revues, dancing, lectures, playing games or other activities. Lavish buffets, a cruising mainstay in which guests crowd around serving tables, are another opportunity for viruses to spread."The nature of cruise ships is when there is a virus, it spreads like wildfire," said Michael Winkleman, a Miami based maritime attorney who filed lawsuits seeking class action status against cruise lines concerning the coronavirus on behalf of passengers and crews.Uphill battle: Centuries old laws may shield the cruise industry from huge payouts in coronavirus suitsRoyal Caribbean's Symphony of the Seas features one of the largest outdoor theaters on a cruise ship. Norovirus sickened 129,678 cruise ship passengers out of 74 million who set sail from 2008 to 2014, the CDC said.

Leave a Reply